Informasi Publik photo

 Sebagai negara tropis, Indonesia memiliki sumber daya alam hayati yang melimpah. Namun sayangnya, potensi yang ada belum eksplorasi dan dimanfaatkan secara optimal. Salah satunya adalah rumput kikuyu atau Pennisetum clandestinum yang klaim sebagai tanaman asli daerah dataran tinggi Afrika Timur. 

Ternyata menurut peneliti dan akademisi dari Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran (Fapet Unpad), Mansyur, Indonesia khususnya Jawa Barat memiliki kikuyu lokal yang banyak ditemui di dataran tinggi. “Kami banyak menemukan kikuyu lokal di atas 900 dpl (di bawah permukaan laut). Di lokal disebut rumput mentega karena mempunyai batang putih agak ke kuning-kuningan seperti mentega,” jelas pakar teknologi pakan ternak ini kepada TROBOS Livestock. 

Kikuyu atau mentega memiliki karakteristik sebagai rumput stolon yang berkembang biak dan menguasai lahan dengan cara melebarkan stolon. Pertumbuhannya menyebar dulu lewat bawah menutup tanah sesudah itu baru tumbuh ke atas. Jenis rumput ini, lanjut Mansyur memiliki nutrisi yang baik dengan kandungan PK (protein kasar) di atas 18 %. Angka PK itu masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan rumput yang paling bagus yang hanya sekitar 12 %, dan rumput lapangan yang hanya 6-8 %. “TDN (Total Digestible Nutrient) di angka 65 % yang artinya sudah seperti konsentrat. Kalau rumput jenis yang lain TDN-nya di bawah 60 %,” klaimnya. 

Peneliti Utama Bidang Peternakan BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), Prof Herdis menambahkan, kikuyu Indonesia kandungan proteinnya cukup tinggi ada yang mempunyai kadar protein mencapai 22,34 % (BK). Kandungan protein ini melebihi kandungan protein dari pellet komersial untuk kuda (16,72 % BK). “Kikuyu Indonesia ini menjadi harapan bisa menjadi substitusi kebutuhan pellet untuk kuda yang sebagian besar harus impor dari luar negeri,” terang Kepala Program Pengkajian dan Pengembangan Hijauan Makanan Ternak Bernutrisi Tinggi 

Kolaborasi Riset 

Melihat potensi yang dimiliki, PT Bio Farma Persero, BPPT, dan Unpad berkolaborasi melakukan riset dengan mendomestikasi 5 jenis rumput kikuyu asli Indonesia yang berasal dari 5 gunung di seputar Jawa Barat yaitu Tangkuban Parahu, Burangrang, Bukit Unggul, Patuha, dan Malabar. “Kami membandingkan keunggulan kikuyu dari setiap gunung. Memasuki tahun kedua ini, produktivitas dan kualitas kikuyu yang lebih dominan berasal dari gunung Bukit Unggul,” ujar Mansyur. 

Tidak hanya di dataran tinggi, riset kikuyu ini pun dilakukan di dataran rendah yaitu di Jatinangor Sumedang Jawa Barat di ketinggian 700 dpl dan di Serpong Tangerang Selatan, Banten di ketinggian 150 dpl. “Hasil riset 2 tahun ini menunjukkan produktivitas kikuyu ketika musim hujan sekitar 70 ton per ha atau sekitar 420 ton per ha per tahun. Sedangkan di musim kemarau sekitar 30-40 ton per ha atau 240 ton per ha per tahun. Adapun interval panen setiap 60 hari yang secara kualitas tidak terlalu jelek dan produktivitasnya banyak,” urai Mansyur. Produktivitas ini jauh lebih tinggi dibandingkan kikuyu dari luar negeri yang hanya sekitar 150 ton per ha per tahun.


Pennisetum clandestinum berasal dari Afrika bagian timur beriklim subtropis. Rumput ini memiliki karakteristik sebagai rumput stolon yang berkembang biak dan menguasai lahan dengan cara melebarkan stolon. Pertumbuhannya menyebar dulu lewat bawah menutup tanah sesudah itu baru tumbuh ke atas. Jenis rumput ini, memiliki nutrisi yang baik dengan kandungan PK (protein kasar) di atas 18 %. Angka PK itu masih lebih tinggi jika dibandingkan dengan rumput yang paling bagus yang hanya sekitar 12 %, dan rumput lapangan yang hanya 6-8 %. “TDN (Total Digestible Nutrient) di angka 65 % yang artinya sudah seperti konsentrat. Kalau rumput jenis yang lain TDN-nya di bawah 60 %,”